Thursday, 18 February 2021

Pengembalian Hongkong Kepada Republik Rakyat China 1997

 Penyerahan Kedaulatan Hong Kong dari Inggris Raya kepada Republik Rakyat China atau secara internasional biasa disebut "Penyerahan Hong Kong Kepada Republik Rakyat China" merupakan peristiwa berakhirnya kekuasaan Inggris di Hong Kong, dan sering dianggap menjadi tanda berakhirnya Imperium Britania. Peristiwa itu terjadi pada 1 Juli 1997. Sebelumnya, Hong Kong menjadi wilayah kekuasaan Inggris Raya selama lebih dari 150 tahun. Perjuangan China untuk merebut kembali wilayah Hong Kong dari tangan Inggris Raya tentunya tidaklah mudah sebab harus melalui sebuah tantangan dan perang yang berdarah-darah oleh rakyat China sendiri

Inggris merebut Pulau Hong Kong pada 1842 setelah mengalahkan Cina dalam Perang Candu Pertama. Setelah Perang Candu Kedua, Beijing dipaksa menyerahkan Kowloon, kawasan di seberang Hong Kong, pada 1860. Tahun 1898, untuk menguatkan kontrol di kawasan, Inggris menyewa lahan yang sebagian besar berada di sisi utara -yang dikenal sebagai New Territories- dengan janji akan mengembalikannya kembali ke Cina dalam 99 tahun. Hong Kong berkembang dengan sangat cepat di bawah kekuasaan Inggris dengan menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi dan keuangan dunia. Pada 1839, Inggris menyerang China dengan tujuan untuk menghancurkan Negeri Tirai Bambu yang dianggap telah melakukan aksi campur tangan dalam urusan ekonomi, sosial, dan politik Britania Raya. Salah satu tindakan pertama yang diambil Inggris dalam perang yang kemudian disebut sebagai Perang Opium tersebut adalah dengan menduduki Hong Kong, sebuah pulau yang jarang dihuni di lepas pantai tenggara China. Kemudian pada 1841, China menyerahkan pulau itu ke Inggris dengan ditandatanganinya Konvensi Chuenpi. Dan pada 1942, Perjanjian Nanking ditandatangani secara resmi untuk mengakhiri Perang Opium Pertama. Koloni atau daerah penjajahan Inggris terus berkembang dan menjadi gerbang komersial serta pusat distribusi untuk China selatan atau menjadi pusat perdagangan Timur-Barat. 

Ketika Republik Rakyat Tiongkok memperoleh kursi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai hasil dari Resolusi Majelis Umum PBB 2758 pada tahun 1971, Tiongkok mulai bertindak diplomatis mengenai isu-isu kedaulatan atas Hong Kong dan Makau. Pada bulan Maret 1972, perwakilan Tiongkok di PBB, Huang Hua, menulis surat kepada Komite Dekolonisasi PBB untuk menyatakan posisi pemerintah Tiongkok:

"Pertanyaan-pertanyaan mengenai Hong Kong dan Makau termasuk dalam kategori pertanyaan yang dihasilkan dari serangkaian perjanjian yang tidak setara yang imperialis kenakan kepada Tiongkok. Hong Kong dan Makau adalah bagian dari wilayah Tiongkok yang diduduki oleh otoritas Inggris dan Portugis. Penyelesaian pertanyaan mengenai Hong Kong dan Makau adalah sepenuhnya dalam hak kedaulatan Tiongkok dan sama sekali tidak berada di bawah kategori biasa dari wilayah kolonial. Oleh karena itu, mereka tidak seharusnya dimasukkan dalam daftar wilayah kolonial yang diliputi oleh deklarasi tentang pemberian kemerdekaan kepada wilayah kolonial dan rakyat. Berkenaan dengan pertanyaan mengenai Hong Kong dan Makau, pemerintah Tiongkok telah secara konsisten menyatakan bahwa mereka harus diselesaikan dengan cara yang tepat ketika kondisi sudah matang."

Pada tahun yang sama, pada tanggal 8 November, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan resolusi mengenai penghapusan Hong Kong dan Makau dari daftar resmi koloni.

Pada bulan Maret 1979, Gubernur Hong Kong, Murray MacLehose melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT), mengambil inisiatif untuk mengajukan pertanyaan mengenai kedaulatan Hong Kong dengan Deng Xiaoping. Tanpa menjelaskan dan menetapkan posisi resmi pemerintah RRt, pengaturan sewa properi dan perjanjian pinjaman di Hong Kong dalam 18 tahun ke depan akan menjadi sulit.

Kemudian pada 1982, London dan Beijing memulai perundingan yang sulit mengenai prosedur dan syarat-syarat pengembalian Hong Kong ke Cina. Hong Kong menerapkan sistem ekonomi dan politik yang sangat berbeda dengan Cina daratan, yang sejak 1949 berada di bawah kekuasaan Partai Komunis, satu-satunya partai yang dibolehkan berdiri di negara tersebut. Pada September 1984, setelah bertahun-tahun perundingan, Inggris dan China akhirnya menandatangani sebuah perjanjian formal yang menyetujui pengembalian Hong Kong pada 1997. Hal ini sebagai imbalan atas janji China untuk melestarikan sistem kapitalis di Hong Kong. Dan pada 1 Juli 1997, Hong Kong dengan damai dikembalikan ke pangkuan China.

Banyak dari pejabat Tiongkok, Inggris dan perwakilan dunia internasional menjadi saksi penyerahan ini. Kepala eksekutif di bawah pemerintahan Hong Kong yang baru, Tung Chee Hwa, merumuskan sebuah kebijakan yang didasarkan pada konsep "satu negara, dua sistem," sehingga melestarikan peran Hong Kong sebagai pusat kapitalisme utama di Asia. Upacara penyerahan kembali Hong Kong dilakukan di rumah Gubernur Hong Kong, Chris Patten. Secara simbolik, upacara ini dilakukan dengan cara menurunkan bendera Inggris. Usai diturunkan, Bendera Union Jack diberikan ke Patten yang saat itu tengah berdiri di depan mobil dinasnya. Setelah itu, mobil dinasnya ia serahkan ke pemimpin Hong Kong baru yang dipilih Pemerintah China, Tung Che-Hwaa. Sebelum resmi meninggalkan rumah dinasnya, Patten sempat memberikan pidato perpisahan. Dia meyakini ke depannya Hong Kong akan lebih sukses. "Kisah mengenai kota yang sukses ini ada di tahun-tahun sebelum hari ini. Saya yakin, tahun kesuksesan akan mengikuti Hong Kong ke depannya," ucap Patten seperti dikutip dari BBC History. Acara penyerahan Hong Kong ke Inggris dihadiri oleh Pejabat Tinggi Negeri Ratu Elizabeth. Di antaranya, Pangeran Charles, PM Tony Blair dan Menteri Luar Negeri Robin Cook. Sementara dari Pemerintah China, juga hadir Presiden Jiang Zemin, PM Li Peng, Menlu Qian Qichen dan Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Zhang Wanian. Acara penyerahan Hong Kong kembali ke China dirayakan secara meriah. Baik di Victoria Park Hong Kong mau pun Tiananmen Square Beijing. Kemeriahan acara penyerahan ini disempurnakan dengan pesta kembang api besar di Hong Kong. Setalah pesta kembang api usai, seluruh pejabat dari Inggris menaiki yacth sembari memberikan lambaian tangan terakhir kepada masyarakat Hong Kong. Sukacita kembalinya Hong Kong disambut baik pemimpin baru mereka Tung Che-Hwaa. Dia menyebut siap memimpin Hong Kong ke masa depan yang lebih baik lagi bersama China. "Hari ini sangat bersejarah, Hong Kong dan China akhirnya menjadi satu bagian lagi," ujar Tung.

Cina setuju untuk memerintah Hong Kong berdasarkan prinsip 'satu negara, dua sistem' di mana Hong Kong akan menikmati 'otonomi luas, kecuali untuk urusan pertahanan dan luar negeri' selama 50 tahun ke depan. Hong Kong menjadi Kawasan Administratif Khusus, yang bermakna Hong Kong dibiarkan untuk memiliki sistem hukum tersendiri, sistem multipartai, dan sejumlah hak termasuk kebebasan berpendapat dan kebebasan berkumpul. Untuk menjamin hak-hak khusus tersebut Hong Kong memiliki konstitusi mini, yang disebut Basic Law, dengan tujuan utama memilih pemimpin atau kepala eksekutif sesuai dengan 'prosedur demokratis dan hak pilih universal'. Dengan kata lain, Hong Kong memang termasuk wilayah Cina, tapi punya sistem berbeda dan berhak mengatur pemerintahan sendiri. Maka, sepatutnya pemerintah Cina bersabar, setidaknya sampai tahun 2047 mendatang, untuk tidak mencampuri urusan internal Hong Kong, termasuk mengenai revisi UU Ekstradisi yang kini memicu gejolak itu. Ada 3 kemungkinan: Cina akan menambah otonomi, mempertahankan beberapa hak khusus saja, atau Hong Kong akan kehilangan status khusus dan menjadi provinsi biasa sama seperti provinsi lainnya di Cina daratan tanpa menikmati otonomi luas. Dengan makin banyaknya warga muda yang sadar dengan hak-hak politik, sebagian besar analis memperkirakan akan ada pertarungan ketat mengenai masa depan Hong Kong.

Pemimpin Hong Kong, biasa disebut kepala eksekutif, dipilih oleh 1.200 anggota komisi pemilihan. Mayoritas anggota komisi dinilai pro-Beijing. Lembaga perwakilannya diberi nama Dewan Legislatif atau Legislative Council, disingkat LegCo. Setengah anggota badan legislatif dipilih secara langsung sementara sisanya adalah perwakilan yang diangkat dari kalangan profesional atau berasal dari kelompok kepentingan tertentu. Para pegiat politik beralasan, proses pemilihan seperti ini membuat Beijing bisa menyeleksi calon-calon yang lebih mereka sukai untuk menjadi anggota badan legislatif.


No comments:

Post a Comment