Sunday, 10 January 2021

Pembubaran Yugoslavia & Uni Soviet : Awal Mula Terbentuknya Negara-Negara Baru Dan Akhir Dari Rezim Komunis Kedua Negara Adidaya

 Pembubaran Yugoslavia disebabkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama kepada Bosnia dan Kroasia. Sementara itu, Pembubaran Uni Soviet terjadi pada Desember 1991 yang juga ditandai dengan mundurnya Presiden terakhir negara itu, Mikhail Gorbachev. Kedua negara itu bisa dibilang merupakan negara adidaya yang berhaluan komunis. Uni Soviet merupakan salah satu negara adikuasa yang memenangkan Perang Dunia 2. Pada kurun 1947-1991, Uni Soviet menjadi pusat dari aliansi negara komunis Blok Timur selama Perang Dingin. Sementara Yugoslavia didirikan sebagai negara federal yang terdiri dari 6 negara republik yang dimana mereka dipisahkan berdasarkan latar belakang dan etnis diantaranya Kroasia, Slovenia, Bosnia & Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat juga 2 provinsi otonomi yang didirikan di Serbia yaitu Vojvodina dan Kosovo. Nama terakhir kini menjadi negara merdeka yang baru terbentuk pada 2016 lalu. Setiap negara republik memiliki cabang partai komunis dan pejabat elit dan semua perselisihan yang ada diselesaikan di tingkat federal. Model pemerintahannya beserta "jalan tengah" di antara ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan sebuah keberhasilan dan negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi dan dinamika politik yang relatif stabil di bawah kekuasaan Presiden seumur hidup, Josep Broz Tito. Sepeninggal beliau pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal menjadi lemah dan tidak mampu lagi menangani tantangan politik dan perekonomian di negara itu yang semakin sulit.

Setelah wafatnya Tito pada tahun 1980, kondisi Yugoslavia menjadi berantakan. Untuk mengatasi berbagai masalah yang melanda, Yugoslavia menganut kepemimpinan kolektif yang mewakili berbagai etnis. Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kemudian dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggotakan 24 orang, ternyata praktik pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kepentingan masing-masing dan memperdalam perpecahan.

Kebijakan yang diambil untuk mendapatkan pemimpin bagi federasi ini adalah menggunakan sistem kepemimpinan kolektif yang disebut Dewan Kepresidenan Federal (DKF). Ternyata, kepemimpinan kolektif ini gagal mengatasi masalah politik dan ekonomi yang ada. Di tengah situasi yang tidak menentu, muncul seorang tokoh baru yang bercita-cita menggantikan figur Tito, yaitu Slobodan Milosevic.

Sementara itu, meskipun pembaruan di Uni Soviet terhalang antara 19691982, suatu peralihan generasi memberikan momentum baru untuk pembaruan itu. Perubahan-perubahan dalam hubungan dengan Amerika Serikat mungkin juga merupakan pendorong bagi pembaruan. Sementara Jimmy Carter secara resmi mengakhiri kebijakan Détente setelah campur tangan Soviet di Afganistan, ketegangan-ketegangan antara Timur dan Barat pada masa jabatan pertama Presiden AS Ronald Reagan (19811985) meningkat ke level yang baru yang tidak pernah terjadi sejak krisis misil Kuba 1962.

Setelah kemacetan selama bertahun-tahun, apparatchik komunis muda yang berpikiran baru mulai muncul. Setelah kematian Konstantin Chernenko yang lanjut usia, Politbiro mengangkat Mikhail Gorbachev sebagai Sekretaris Jenderal Uni Soviet pada Maret 1985, menandai bangkitnya generasi kepemimpinan yang baru. Di bawah Gorbachev, yang relatif masih muda, para teknokrat yang berorientasi pembaruan, yang telah memulai kariernya pada puncak "de-Stalinisasi" di bawah Nikita Khrushchev (1953-1964), dengan segera mengonsolidasikan kekuasaan di ling PKUS, memberikan momentum baru untuk liberalisasi politik dan ekonomi, dan dorongan untuk mengembangkan hubungan-hubungan yang lebih hangat dan perdagangan dengan Barat.

Pada saat Gorbachev memperkenalkan proses yang akan menyebabkan runtuhnya ekonomi komando administrative Soviet melalui program-programnya: glasnost (keterbukaan politik), perestroika (restrukturisasi ekonomi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan ekonomi), ekonomi Soviet menderita karena inflasi tersembunyi dan kekurangan pasokan yang terjadi di mana-mana yang diperparah oleh semakin meningkatnya pasar gelap yang terbuka yang menggerogoti ekonomi resmi. Selain itu, biaya status sebagai negara adikuasa –militer, KGB, subsidi bagi negara-negara klien –sudah sangat berlebih-lebihan, melampaui ekonomi Soviet. Gelombang baru industrialisasi yang didasarkan pada teknologi informasi telah membuat Uni Soviet kelabakan mencari teknologi barat dan kredit untuk mengatasi keterbelakangannya yang kian menjadi-jadi.


Awal Kehancuran Uni Soviet & Yugoslavia

Kehancuran Uni Soviet sendiri bermula dari kemerosotan ekonomi sekitar tahun 1980. Anjloknya ekonomi Uni Soviet tersebut berdampak negatif kepada semua aspek di Uni Soviet. Hingga tahun 1991, Uni Soviet masih menjadi negara dengan wilayah kekuasaan terbesar di dunia. Sayangnya itu tidak berlangsung lama karena pada Desember 1991, Uni Soviet akhirnya resmi runtuh setelah 69 tahun berdiri. Negara itu terpecah menjadi beberapa negara termasuk diantaranya Rusia & Ukraina. Sementara itu kehancuran Yugoslavia seperti yang sudah disebutkan di atas bermula ketika pemimpin seumur hidup negara itu, Josip Broz Tito meninggal dunia pada 1980. Sepeninggalnya, keadaan Yugoslavia menjadi kacau balau bahkan dinamika politik di negara itu seolah sudah kehilangan arah. Demi mengatasi masalah itu, Yugoslavia menerapkan kepemimpinan kolektif yang mewakili beragam etnis. Sistem yang dianut negara itu kemudian dipimpin oleh sebuah badan Presidensi yang berjumlah 8 orang dan juga dari partai politik yang juga dipimpin oleh presidium itu berjumlah 24 orang. Ternyata sistem ini malah justru memperdalam perpecahan dan pengambilan keputusannya sering sekali berbenturan satu sama lain. Kebijakan yang diambil dalam memilih pimpinan untuk federasi ini menggunakan sistem kepemimpinan kolektif yang disebut dengan Dewan Kepresidenan Federal (DKF). Ternyata kepemimpinan kolektif ini justru tidak mampu mengatasi masalah politik dan ekonomi yang ada. Di tengah situasi negara yang sedang tidak menentu saat itu, muncul seorang tokoh yang bercita-cita menggantikan figur Josip Broz Tito, yaitu Slobodan Milosevic. Tepat di tahun 1987, dia memimpin Partai Komunis Serbia dan dia ingin membangun negara "Serbia Raya"menggantikan Republik Federasi Yugoslavia. Segala gerakan yang didukung oleh khalayak ramai, secara de facto berhasil menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montenegro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Menurut Milosevic, Serbia merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Tetapi itu semua dibantah oleh pimpinan-pimpinan partai di Kroasia dan Slovenia yang memilih untuk mendukung perluasan asas demokrasi seiring dengan melemahnya paham komunis di Eropa Timur. Pada akhirnya di tahun 1990, Yugoslavia resmi bubar dan partai komunis dikalahkan oleh partai-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diselenggarakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasionalis yang bersumber dari berbagai arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi masalah status etnis minoritas Serbia yang berada di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Setelah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kemudian merambat dan berdampak paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Sementara itu di Uni Soviet, Undang-undang Koperasi yang diberlakukan pada Mei 1988 barangkali adalah yang paling radikal di antara semua langkah pembaruan ekonomi pada masa tahap awal era Gorbachev. Untuk pertama klainya sejak Kebijakan Ekonomi Baru Vladimir Lenin, undang-undang memungkinkan pemilikan pribadi bisnis dalam sektor-sektor jasa, manufaktur, dan perdagangan luar negeri. Di bawah aturan ini, restoran-restoran koperasi, toko-toko dan para pengusaha manufaktur menjadi bagian dari wajah Soviet.

Glasnost memberikan kebebasan berbicara yang lebih besar. Pers menjadi jauh lebih merdeka, dan ribuan tahanan politik dan banyak pembangkang di bebaskan. Sementara tujuan utama Gorbachev dalam mengadakan glasnost adalah untuk menekan kaum konservatif yang menentang kebijakan-kebijakan restrukturisasi ekonominya, ia pun berharap melalui berbagai keterbukaan, debat dan partisipasi, rakyat Soviet akan mendukung inisiatif-inisiatif pembaruannya.

Pada Januari 1987, Gorbachev menyerukan diadakannya demokratisasi: memperkenalkan unsur-unsur demokratis seperti misalnya pemilu dengan banyak kandidat di dalam proses politik Soviet. Pada Juni 1988, dalam Konferensi Partai ke-19 dari PKUS, Gorbachev meluncurkan pembaruan-pembaruan radikal yang dimaksudkan untuk mengurangi kontrol partai terhadap aparat-aparat pemerintahan. Pada Desember 1988, Dewan Soviet Tertinggi Soviet menyetujui dibentuknya suatu Kongres Deputi Rakyat yang sebelumnya telah ditetapkan oleh amendemen konstitusi sebagai dewan legislative Uni Soviet yang baru. Pemilihan umum untuk anggota kongres diadakan di seluruh Uni Soviet pada Maret dan April 1989. Pada 15 Maret 1990 Gorbachev terpilih sebagai Presiden eksekutif pertama Uni Soviet

Dalam buku Sejarah Eropa : Dari Eropa Kuno hingga Eropa Modern (2012) karya Wahjudi Djaja, Mikhail Gorbachev sebagai presiden Uni Soviet menerapkan Perestroika (restrukturisasi politik dan ekonomi) untuk memperbaiki krisis Uni Soviet pada tahun 1985. Secara umum, kebijakan Perestroika berusaha mengubah sistem komunisme menjadi lebih demokratis. Kebijakan Perestroika mempunyai tiga prinsip utama yaitu Glasnost (keterbukaan politik), Democratizatsiya (demokratisasi) dan Rule of Law. Kebijakan Perestroika pada perkembangannya dianggap sebagai blunder yang mempercepat keruntuhan Uni Soviet. Kebijakan tersebut menyebabkan pertentangan antara kelompok moderat, konservatif dan radikal tentang sistem komunisme di Uni Soviet. Selain itu, kebijkan Perestroika juga memunculkan keinginan negara-negara bagian untuk memerdekakan diri dari Uni Soviet. Pada tahun 1990, kekuasaan komunis mulai runtuh di negara-negara bagian Uni Soviet. Mereka menganggap bahwa sistem komunisme telah hancur karena tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Pertikaian di antara negara-negara anggota Pakta Warsawa dan ketidakstabilan dari sekutu-sekutu baratnya, yang pertama-tama diperlihatkan oleh bangkitnya Lech Wałęsa pada 1980 ke tampuk pimpinan serikat buruh Solidaritas berlangsung cepat, sehingga membuat Uni Soviet tidak mampu mengandalkan negara-negara satelitnya untuk melindungi perbatasannya, sebagai negara-negara peredam. Pada 1989, Moskwa sudah meninggalkan Doktrin Brezhnev dan lebih memilih kebijakan non-intervensi dalam urusan-urusan dalam negeri sekutu-sekutu Eropa Timurnya, yang dengan fatal membuat rezim-rezim Eropa Timur kehilangan jaminan bantuan dan intervensi Soviet apabila mereka menghadapi pemerontakan rakyatnya. Perlahan-lahan, masing-masing negara Pakta Warsawa menyaksikan pemerintahan Komunis mereka kalah dalam pemilihan-pemilihan umum, dan dalam kasus Rumania, munculnya suatu pemberontakan dengan kekerasan. Pada 1991, pemerintahan-pemerintahan komunis BulgariaCekoslowakiaJerman TimurHongariaPolandia dan Rumania yang dipaksakan setelah Perang Dunia II runtuh sementara revolusi melanda Eropa Timur.

Uni Soviet juga mulai mengalami pergolakan ketika akibat-akibat politik dari glasnost dirasakan getarannya di seluruh negeri. Meskipun dilakukan upaya-upaya untuk meredamnya, ketidakstabilan di Eropa Timur mau tidak mau menyear ke negara-negara di lingkungan Uni Republik Sosialis Soviet. Dalam pemilu-pemilu untuk dewan-dewan daerah di republik-republik Uni Soviet, kaum nasionalis maupun para tokoh pembaruan yang radikal menyapu kursi di dewan. sementara Gorbachev telah memperlemah sistem penindasan politik internal, kemampuan pemerintahan sentral Moskwa untuk memaksakan kehendaknya pada republik-republik anggota RSUS pada umumnya telah diperlemah.

Bangkitnya nasionalisme di bawah glasnost segera membangkitkan kembali ketegangan-ketegangan etnis yang bergolak di berbagai republik Soviet, sehingga semakin mendiskreditkan cita-cita tentang persatuan rakyat Soviet. Sebuah contohnya terjadi pada Februari 1988, ketika pemerintahan di Nagorno-Karabakh, suatu wilayah yang didominasi oleh etnis Armenia di Republik Azerbaijan, meluluskan sebuah resolusi yang menyerukan unifikasi dengan Republik Sosialis Soviet Armenia. Kekerasan terhadap orang-orang Azerbaijan setempat dilaporkan di televisi Soviet, sehingga menimbulkan pembantaian terhadap orang-orang Armenia di kota Sumgait, di Azerbaijan.

Ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi-kondisi ekonomi, yang menjadi lebih berani karena kebebasan oleh glasnost, jauh lebih luas daripada yang sebelumnya pada masa Soviet. Meskipun perestroika dianggap berani dalam konteks sejarah Soviet, upaya-upaya Gorbachev untuk melakukan pembaruan ekonomi tidak cukup radikal untuk memulai kembali ekonomi negara yang sangat lesu pada akhir 1980-an. Upaya-upaya pembaruan mengalami berbagai terobosan dalam desentralisasi, namun Gorbachev dan timnya sama sekali tidak menyinggung unsur-unsur fundamental dari sistem Stalinis, termasuk pengendalian harga, mata uang rubel yang tidak dapat dipertukarkan, tidak diakuinya pemilikan pribadi, dan monopoli pemerintah atas sebagian terbesar sarana produksi.

Pada 1990 pemerintah Soviet praktis telah kehilangan seluruh kendali terhadap kondisi-kondisi ekonomi. Pengeluaran pemerintah meningkat dengan tajam karena semakin meningkatnya usaha-usaha yang tidak menguntungkan yang membutuhkan dukungan negara sementara subsini harga konsumen juga berlanjut. Perolehan pajak menurun karena perolehan dari penjualan vodka merosot drastic karena kampanye anti alkohol dan karena pemerintahan republik dan pemerintah-pemerintah setempat menahan perolehan pajak dari pemerintah pusat di bawah semangat otonomi regional. Penghapusan kontrol pemerintah pusat terhadap keputusan-keputusan produksi, khususnya dalam sektor barang-barang konsumen, menyebabkan runtuhnya hubungan pemasok-produsen sementara hubungan yang baru tidak terbentuk. Jadi, bukannya merampingkan sistem, program desentralisasi Gorbachev menyebabkan kemacetan-kemacetan produksi yang baru.

Sementara itu dampak dari kejatuhan Yugoslavia tersebut telah semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan kemudian diikuti oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang diikuti dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Angkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum untuk menentukan sebagai negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan untuk merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kelompok negara-negara ME dan AS kemudian memberikan pengakuan dengan segera kepada Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan adanya pengakuan negara-negara lain kepada kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik bagian yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Proses disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan aksi proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Bagian Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada akhirnya mendapat pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras untuk mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kemudian terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari proses disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melalui Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan sebagai negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi penduduk yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak sebagai terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di antara penduduk Republik Bosnia Herzegovina.

Rumitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melalui perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh faktor-faktor internasional menjadi sangat sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di antara pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya banyak sekali korban. Guna mencegah berlanjutnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya tampaknya kehadiran pasukan PBB belum berhasil mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.


Slovenia dan Kroasia memerdekakan diri dari Yugoslavia 

Pada awal pembentukan hingga pertengahan tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang diikuti adanya Republik-Republik Bagian yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kemudian dibentuk negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan selanjutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bentuk Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Provinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan alasan bahwa Kroasia dituduh ingin melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Baik usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia mengenai bentuk negara Yugoslavia ternyata ditolak oleh Serbia kecuali usulan untuk meneruskan perundingan sampai ditemukannya jalan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlanjut namun keputusan mengenai bentuk negara tidak tercapai. Keadaan demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara antara yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sebanyak 2.000 orang pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dan lain-lain diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, diketahui oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan kepada pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Angkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Angkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membuat berani untuk mendukung para politikus Slovenia untuk memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang untuk tank (landak-landak yang dibuat dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan besar di seluruh kota besar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan objek-objek militer Angkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan selanjutnya HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala sarana persenjataan yang ada. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melalui media massa, yang menuduh Angkatan Bersenjata Yugoslavia sebagai agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan kekuatan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan kekuatan militer ke wilayah Slovenia.

Sanksi PBB Untuk Yugoslavia

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikejutkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling bersalah atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan turut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Lepas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul bersalah atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, mempunyai efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat lebih dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan adanya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara besar, yang berhasil melemahkan negara nya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan untuk merealisasi kepentingan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan untuk memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melalui perundingan, disamping tetap menghormati kepentingan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit untuk diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak adil terhadap Yugoslavia, bertujuan untuk memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa pada umumnya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan kepada Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai sebagai sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial budaya dan olahraga. Untuk yang disebut terakhir, ketika pada akhirnya mereka didiskualifikasi dari turnamen UEFA Euro 1992 dan tempatnya digantikan oleh timnas Denmark yang kemudian menjadi juara kompetisi itu.


Proses Pembubaran Uni Soviet dan munculnya Boris Yeltsin

Pada 7 Februari 1990 Komite Sentral Partai Komunis Uni Soviet setuju untuk melepaskan monopoli atas kekuasaan. Republik-republik anggota Uni Soviet mulai menegaskan kedaulatan nasional mereka terhadap Moskwa, dan mulai melancarkan "perang undang-undang" dengan pemerintah pusat di Moskwa. Dalam hal ini, pemerintahan republik-republik anggota Uni Soviet membatalkan semua undang-undang negara kesatuan apabila undang-undang itu bertentangan dengan undang-undang daerah, menegaskan kendali mereka terhadap ekonomi daerah dan menolak membayar pajak kepada pemerintah pusat di Moskwa. Pergumulan ini menyebabkan macetnya ekonomi, karena garis pasokan dalam ekonomi rusak, dan menyebabkan ekonomi Soviet semakin merosot.

Dengan berakhirnya kekuasaan komunis di Uni Soviet, banyak simbol Komunisme, misalnya patung dari mantan pemimpin seperti Vladimir Lenin, dibongkar.


Fakta-Fakta Di Balik Pembubaran Uni Soviet & Yugoslavia 

Terdapat beberapa fakta dibalik bubarnya negara adidaya Uni Soviet diantaranya :

1. Rakyat tidak memiliki rasa nasionalisme yang tingg

2. Pemerintahan yang terkesan totaliter

3. Kemiskinan melanda Uni Soviet

4. Kebijakan Mikhail Gorbachev yang terkesan membuat negara dalam jurang kehancuran

5. Bubarnya Pakta Warsawa yang menandai akhir dari komunisme

Sementara itu, beberapa fakta dibalik bubarnya Yugoslavia diantaranya :

1. Bubarnya Uni Soviet

2. Perbedaan agama & bahasa

3. Adanya gerakan separatis

4. Tidak mampu menghadapi perubahan politik internasional

5. Penentangan Serbia terhadap bangsa lain

6. Adanya campur tangan negara lain


Dampak Kehancuran Uni Soviet & Yugoslavia

Runtuhnya 2 negara adidaya komunis, Uni Soviet & Yugoslavia ternyata juga berdampak banyak terhadap aspek sosial, ekonomi  dan politik dunia diantaranya :

1. Munculnya sejumlah negara-negara baru di Eropa Timur dan Asia Tengah

2. Selesainya Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur

3. Hilangnya paham komunisme di dunia

4. Krisis ekonomi di kawasan Eropa Timur



No comments:

Post a Comment